Kamis, 27 Oktober 2016

Mencintai Tapi Dijauhkan



Pernahkah anda mencintai seseorang didunia ini dengan sangat? Saya yakin semua orang pernah merasakan rasa cinta yang besar dan meluap-meluap kepada seseorang semasa hidupnya. Bisa kepada kedua orangtua, bisa kepada pasangan, bisa kepada anak, saudara, atau kerabat lainnya.
Ketika itu perasaan cinta kita itu hingga membuat kita merasa tidak bisa berpisah dengannya, atau bahkan seolah-olah kita tidak bisa hidup tanpanya. Jika sampai terjadi perpisahan dengan orang yang kita cintai tersebut, hidup ini seoleh akan berakhir saja rasanya. Benar-benar kondisi yang sama sekali tidak akan kita sukai. Sangat menyedihkan, dan benar-benar membuat kita putus asa, lemah, dan tidak berdaya karena perpisahan itu.
Namun disamping itu, pernahkah kita disaat kita mencintai seseorang dengan luar biasa itu tiba-tiba Allah Swt justru mengambilnya dari kita? Ketika kita mencintai orangtua kita dengan berlebih, tiba-tiba justru Allah Swt mengambilnya dari kita. Ketika kita menunggu-nunggu kehadiran anak semata wayang, yang lucu dan mungil, justru Allah Swt mengambilnya dari kita. Atau mungkin ketika kita merasa mencintai seseorang yang akan atau sudah menjadi pasangan hidup kita, justru Allah Swt menjauhkannya dari kita, memisahkan kita darinya.
Saya memang bukan ustad atau ahli agama yang pandai menjelaskan kenapa hal itu sering terjadi dalam kehidupan seseorang. Tapi setidaknya analisa singkat saya dalam tulisan ini bisa membantu saya berhusnuzan (berbaik sangka) kepada Allah Swt atas apa-apa yang Dia lakukan kepada saya. Sekaligus tulisan saya ini untuk mengingatkan diri saya sendiri, mengafirmasi, menanamkan berulang-ulang agar tetap terus berprasangka baik kepadaNya.
Lalu mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa seringkali Allah justru mengambil, menjauhkan, memisahkan kita dari orang yang benar-benar kita cintai itu? Kenapa Allah Swt justru menghendaki kita seperti itu? Apa yang salah dari diri kita jika mencintai seseorang dalam hidup kita?
Diantara prasangka baik yang bisa saya simpulkan adalah, pertama, karena Allah Swt ‘cemburu’ terhadap kita. Allah Swt ‘cemburu’ karena kita menempatkan cinta kita melebihi atau setara dengan cinta kita kepada Allah. Allah ‘cemburu’ karena memang seharusnya hanya cinta kepadaNya-lah yang tertinggi yang harus kita miliki. Ketika Allah mulai mengindikasi cinta kita berlebihan kepada makhluk ciptaanNya, maka segera Allah Swt menjauhkan diri kita dari orang yang kita cintai itu. Mengambilnya, agar kita segera sadar bahwa seharusnya makhluk yang kita cintai itu milik Allah. Allah yang menciptakannya, yang mempertemukannya dengan kita, memberikan kita banyak kenikmatan-kenikmatan, namun kita malah mencintainya melebihi cinta kita pada Sang Pemberi cinta.
Ketika kita sudah mulai sering dan mudah rindu kepada orang yang kita cintai tersebut, sedangkan kepada Allah kita tidak memiliki kadar rindu yang lebih tinggi, maka saat itulah Allah ‘jealouse’ terhadap sikap kita. Ketika berkhalwat dengan Allah di sepertiga malam tidak lebih dirindukan daripada Ayah atau Ibu kita. Ketika getaran menyebut Asma-Nya tidak lebih terasa daripada saat disebut nama kekasih kita. Ketika hal-hal yang terkait dengan objek yang kita cintai lebih membuat kita bahagia daripada beribadah. Maka saat itulah Allah ‘cemburu’. Rasa ‘cemburu’ yang menjadi hak Allah sepenuhnya. Dan ke-Maha KuasaanNya-lah yang membuat Dia bebas dengan mudah memisahkan kita dengan objek yang kita cintai.
Kedua, karena Allah Swt sedang mengajari kita untuk bertawakal kepadaNya. Dia sengaja menguji kita dengan perpisahan dengan orang yang kita cintai tersebut agar kita pasrah terhadap keputusan Allah Swt itu. Menyerahkan segala urusan kepadaNya. Agar kita sadar bahwa semua yang kita cintai didunia ini adalah milik Allah.
Jika kita pikirkan lagi, sebenarnya Allah hanya sementara saja mengambil orang kita cintai itu. Allah menunggu sampai kita mampu mengembalikan porsi cinta kita kepada orang tersebut sesuai dengan porsi yang seharusnya. Allah menyuruh kita untuk bersabar dan belajar lagi tentang hikmah yang disiapkan Allah untuk kita atas kejadian-kejadian itu. Jika kita siap, kemudian Allah akan mengembalikan orang yang kita cintai tersebut kepada kita. Jika tidak didunia, pasti di akhirat nanti kita pasti akan dipertemukan dengan orang-orang itu lagi. Orang tua kita, anak-anak kita, saudara-saudara kita, pasangan hidup kita, yang mereka dulunya sangat kita cintai luar biasa.
Masih ingatkah bagaimana Allah Swt menguji Nabi Ibrahim as terhadap kecintaannya yang luar biasa kepada anaknya, Ismail as? Allah mengembalikannya setelah hatinya ikhlas dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah Swt.
Masih ingatlah dengan cerita tentang kecintaan Nabi Ya’qub as kepada Nabi Yusuf as hingga memenuhi semua hidup dan hatinya. Kemudian Allah mengambil Yusuf as selama dua puluh tahun sampai hatinya kembali dipenuhi rasa cinta kepada Allah Swt. Sampai setelah itu Allah Swt mengembalikan Yusuf as padanya.
Berat.
Memang sangat berat menjalaninya.
Tidak semudah kata-kata yang saya ketikkan dalam tulisan amatiran ini.
Tapi yakinlah bahwa setiap ujian kecintaan yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita adalah karena begitu besar cinta Allah kepada kita. Ketika dada ini sudah merasa sesak, hati merasa putus asa, dan semangat ini sudah mulai habis, maka satu hal saja yang coba dengung-dengungkan di pikiran: bahwa Allah sedang ingin mengangkat derajat kita. Derajat yang mungkin tidak dimiliki orang lain disekitar kita. Wallahu a’lam.

Sumber : Underground Tauhid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar